— Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker
Dr.
Ernest François Eugène Douwes Dekker biasa dikenal sebagai Douwes Dekker atau Danoedirdja Setiabuddhi, lahir di Pasuruan,
Hindia Belanda pada 8 Oktober 1879, dan beliau adalah seorang pejuan nasional
Indonesia. Ia adalah seorang penulis kritis terhadap kebijakan Belanda, seorang
aktivis, dan wartawan pula.
Ayah dari
Douwes Dekker, Auguste Henri Edoeard Douwes Dekker, adalah seorang agen
bank keturunan Belanda, dan ibunya, Louisa Neumann,
adalah keturunan dari pasangan Jerman-Jawa. Setelah tiga kali bercerai, Douwes
Dekker menetap dengan Nelly
Alberta Geertzema née Kruymel. Ia mengganti anamanya menjadi Danoedirdja
Setiabuddhi, dan Nelly menjadi Haroemi Wanasita. Walupun ia
mencintai anak dan istrinya, karena fokusnya terhadap perjuangan Indonesia,
seringkali ia mengabaikan keluarganya.
Setelah selesai sekolah dan dipecat dari
pekerjaannya, Douwes Dekker pergi ke Afrika ditengah penganggurannya dan
berjuang di perang boer kedua. Disana ia dipetangkap, dan mulai melihat ketidak
adilan koloni Hindia Belanda pada warganya.
Setelah dipulangkan ke Batavia, kemampuan
Douwes Dekker untuk menulis pengalaman perang untuk surat kabar mendapatkannya
tawaran bekerja sebagai reporter bagi surat kabar terkenal di Semarang. Disitu
ia mulai menulis laporan kritis setelah berkelana di pelosok negeri. Pada saat
yang sama, beliau muali berkumpul dengan anggota perintis gerakan kebangkitan
nasional Indonesia dan kemudain membantu melahirkan Budi Utomo (BO), oranisasi
nasional pertama.
Tidak puas dengan keterbatasan BO yang hanya
merintis masalah kebudayaan, Douwes Dekker berangkat dari organisasi indo dan
mengikuti Indische Partij (Partai Hindia). Karean ide radikalnya, IP dibubarkan
oleh pemerintah colonial Hindia Belanda. Akibat munculnya tulisan terkenal Suwardi di De Expres, "Als Ik Een
Nederlander Was" (Seandainya Aku Seorang Belanda), Douwes
Dekker diasingkan ke Eropa karena telah mendukung Suwardi.
Setelah ia pulang ke Batavia, ia kembali
aktif dalam jurnalistik dan organisasi. Tak lama dari itu, lahirlah Nationaal
Indische Partij (NIP) yang merupakan lanjutan organisasi IP yang terlarang. Pada
1919, beliau terlibat protes petani, setelah melalui pembelaan panjang, ia
akhirnya dibebaskan.
Seselesainya pengadilan, Douwes Dekker
beralih ke membaca buku semi-ilmiah, dan setelah bujukan dari Suwardi, ia
akhirnya mendirikan Taman Siswa dan terjun ke dunia pendidikan. Karena isi
pelajaran yang dianggap menentang pemerintah, Douwes Dekker dilarang mengajar
lagi.
Tak lama setalh itu, Douwes Dekker ditangkap
karena dianggap sebagai kolaborator Jepang yang menyerang Indochina Perancis. Kemudian
ia dibuang di Suriname di usia 60an. Setelah kabar berakhirnya perang, ia dipulangkan,
di Belanda ia bertemu Nelly dan Nelly pun menemaninya kembali ke Indonesia.
Dari sini ia mulai mengganti nama dan menghindari agen intelijen.
Setelah ia kembali, beliau terlibat dalam
posisi penting di sisi Republik Indonesia, dan kemudian wafat di Bandung pada
28 Agustus 1950, dan sebagai salah satu penghargaan atas jasanya, jalan dimana
ia tinggal di Bandung, kini dinamakan Jalan Setiabudi.
Comments
Post a Comment